Polemik Pemberhentian Kepala Sekolah Sawah Kulon: Andry Fernandez Pertanyakan Langsung Kewenangan Bupati Purwakarta - JUBIR 86

Rabu, 09 April 2025

Polemik Pemberhentian Kepala Sekolah Sawah Kulon: Andry Fernandez Pertanyakan Langsung Kewenangan Bupati Purwakarta

 


jubir86 | PURWAKARTA 

Polemik mencuat di kalangan masyarakat pendidikan setelah kepala sekolah SDN di Sawah Kulon, Purwakarta, diberhentikan secara mendadak. Kebijakan ini memicu kritik keras dari aktivis muda Andry Fernandez, yang mempertanyakan legalitas dan prosedur pemberhentian yang dilakukan langsung atas perintah Bupati Purwakarta.

Menurut informasi yang beredar, kepala sekolah diberhentikan karena sempat mewacanakan penggunaan baju lebaran oleh para siswa di hari pertama masuk sekolah. Namun kebijakan tersebut belum pernah dijalankan dan bahkan telah dibatalkan setelah menerima masukan dari orang tua murid yang tidak setuju.

Kadisdik: Kebijakan Baju Lebaran Tak Relevan dengan Pendidikan

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Purwakarta, Purwanto, mengonfirmasi bahwa telah menonaktifkan Dedi Mulyadi dari jabatannya sebagai Kepala SDN Sawahkulon, atas perintah langsung dari Bupati Purwakarta, Saepul Bahri Binzein atau Om Zein.

“Yang bersangkutan sudah kami nonaktifkan. Untuk sementara waktu, Kepala SDN Sawahkulon dijabat pelaksana tugas,” kata Purwanto saat mendampingi kunjungan bupati di Kecamatan Maniis, Selasa, 8 April 2025.

Purwanto yang akrab disapa Kang Ipung menegaskan bahwa kebijakan penggunaan baju lebaran oleh siswa dinilai tidak memiliki relevansi terhadap kegiatan pendidikan, termasuk halal bihalal.

“Termasuk soal baju lebaran itu, tidak ada relevansinya dengan kegiatan halal bihalal,” ujarnya.

“Jangan terlalu mengada-ada. Hal-hal yang enggak ada relevansinya dengan pendidikan, kegiatan silaturahmi, dan lain sebagainya.”

Ia pun memberikan peringatan kepada seluruh kepala sekolah di Purwakarta agar berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan internal sekolah.

“Halal bihalal dan silaturahmi itu memang penting. Tapi jangan sampai membuat kebijakan yang tidak ada relevansinya dengan pendidikan secara esensial,” tegasnya.

Apakah Bupati Berwenang Memberhentikan Kepala Sekolah?

Secara hukum, bupati memang memiliki kewenangan untuk memberhentikan kepala sekolah sebagai pejabat pembina kepegawaian (PPK) di daerah. Namun, kewenangan itu tidak absolut dan harus melalui prosedur yang melibatkan evaluasi kinerja oleh Dinas Pendidikan.

“Kalau bupati bisa seenaknya memerintah berhentikan kepala sekolah, lalu apa gunanya ada kepala dinas? Padahal mereka yang tahu medan dan tahu bagaimana cara menilai kinerja,” kata Andry.

Pemberhentian Kepala Sekolah  Menurut Aturan yang Berlaku

Mengacu pada Permendiknas No. 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah, kepala sekolah dapat diberhentikan jika memenuhi salah satu dari sembilan alasan resmi, seperti:

  • mengundurkan diri,

  • masa tugas berakhir,

  • mencapai batas usia pensiun,

  • dikenakan hukuman disiplin sedang atau berat,

  • atau dinilai tidak layak berdasarkan hasil evaluasi.

Namun, perlu dicatat bahwa aturan ini telah diperkuat oleh regulasi terbaru, yakni Permendikbud No. 6 Tahun 2018, yang mengatur lebih lanjut mekanisme penugasan dan pemberhentian kepala sekolah. Dalam pasal 12 peraturan tersebut, disebutkan bahwa pemberhentian kepala sekolah hanya dapat dilakukan:

  • setelah masa tugas berakhir,

  • atas permintaan sendiri,

  • atau karena terbukti melanggar aturan, etika, dan nilai dasar profesi melalui evaluasi resmi.

Tak hanya itu, aturan disiplin untuk ASN (guru/kepala sekolah negeri) juga diatur dalam PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, yang menyatakan bahwa sanksi hanya dapat dijatuhkan setelah ada proses klarifikasi, pemeriksaan, dan penetapan secara administratif.

Dengan demikian, jika tidak ada evaluasi kinerja formal, tidak ada pelanggaran disiplin berat, dan tidak ada keputusan resmi dari tim penilai kinerja, maka pemberhentian langsung yang diperintahkan bupati secara lisan ataupun sepihak menjadi tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Andry pun mempertanyakan, “alasan mana yang digunakan dalam kasus ini?”

Kepala Sekolah: Itu Hanya Usulan, Tidak Pernah Diberlakukan

Kepala sekolah SDN Sawah Kulon mengonfirmasi bahwa ide baju lebaran berasal dari beberapa guru dan wali murid. Namun setelah ada yang keberatan, kebijakan itu dibatalkan dan tidak pernah diterapkan.

“Kami terbuka dengan masukan. Tidak semua wali murid setuju, jadi langsung diralat. Tidak ada kebijakan resmi,” ujarnya.

Prosedur Dilangkahi, Peran Dinas Pendidikan Diabaikan

Dalam praktik yang sehat, Kepala Dinas Pendidikan-lah yang seharusnya mengevaluasi dan memberikan usulan pemberhentian kepala sekolah kepada bupati. Bukan sebaliknya: menerima perintah sepihak dari kepala daerah tanpa dasar administratif dan prosedural.

“Kalau dinas hanya jadi tukang eksekusi perintah politik, maka pendidikan kita runtuh secara moral dan profesional,” tambah Andry.

Pendidikan Tidak Boleh Jadi Korban Politisasi

Andry menilai pemberhentian semena-mena seperti ini bisa menjadi contoh buruk, menciptakan ketakutan di kalangan tenaga pendidik, dan membuka peluang politisasi dunia pendidikan.

“Gaji guru kecil, tapi tanggung jawab mereka besar. Jangan rusak integritas pendidikan hanya karena soal sepele dan miskomunikasi,” tegasnya.

Hentikan Kesewenangan, Kembalikan Marwah Pendidikan

Polemik di SDN Sawah Kulon menjadi pengingat penting bahwa jabatan kepala sekolah bukan jabatan politis yang bisa diberhentikan berdasarkan opini sepihak. Evaluasi, transparansi, dan prosedur yang sah adalah fondasi dunia pendidikan yang sehat.

“Pendidikan adalah ladang masa depan, bukan panggung politik jangka pendek,” tutup Andry.

Sumber : madilognews.com

#fyp

jubir86.my.id

(Dwi)

Comments


EmoticonEmoticon

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done